oleh (Moh.Fahruddin Aziz,S.Pd.I)
Makna Kemerdekaan Lebih dari Sekadar Upacara
Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan dengan berbagai kegiatan seremonial. Namun lebih dari itu, kemerdekaan adalah momentum untuk merenung: Sudahkah kita benar-benar merdeka? Bukan hanya dari penjajahan fisik, tapi juga dari penjajahan batin seperti hawa nafsu, kebodohan, dan kemalasan?
Dalam konteks ini, ajaran Sholawat Wahidiyah hadir sebagai sarana pembebasan ruhani. Ia mengajak umat untuk berjuang melawan penjajahan batin melalui dzikir, mujahadah, dan pembinaan hati.
Ajaran Wahidiyah = Revolusi Mental Sejati
Muallif Sholawat Wahidiyah, KH. Abdul Madjid Ma’roef RA, menanamkan ajaran yang sangat relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Ajaran Wahidiyah bukan sekadar ritual dzikir, tetapi revolusi mental yang dimulai dari perubahan hati.
Nilai-nilai yang ditanamkan—seperti kejujuran, ketulusan, kesungguhan, dan kasih sayang—adalah cerminan semangat para pahlawan yang rela berkorban demi tanah air.
Mengisi Kemerdekaan dengan Mujahadah
Mengisi kemerdekaan tidak hanya dengan lomba dan upacara, tapi juga dengan perjuangan spiritual. Setiap pribadi memiliki peran: pelajar dengan belajarnya, petani dengan taninya, pemimpin dengan amanahnya.
Melalui mujahadah Wahidiyah, kita diajak untuk terus memperbaiki diri dan memperjuangkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah bentuk kontribusi nyata dalam membangun bangsa, dari dalam hati.
Spirit Nasionalisme yang Lillah
Ajaran Wahidiyah mengajarkan ikhlas lillah dan cinta sejati kepada Rasulullah SAW. Tapi di saat yang sama, ia tidak melupakan cinta tanah air (hubbul wathan minal iman). Inilah harmoni antara iman dan nasionalisme.
Maka tepat kiranya bila semangat Hari Kemerdekaan diisi dengan dzikir, refleksi diri, dan tekad baru untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat—bagi agama, bangsa, dan sesama.
Penutup
Kemerdekaan adalah anugerah. Tapi menjaga dan mengisinya adalah tanggung jawab. Mari jadikan semangat kemerdekaan RI sebagai momentum untuk memperkuat perjuangan spiritual kita—melalui pengamalan ajaran Wahidiyah secara nyata dan terus-menerus.
“MERDEKA LAHIR BATIN, DENGAN WAHIDIYAH, LILLAH!”
Posting Komentar
0Komentar